Banjarmasin – Sabtu, 14 Juni 2025, proses produksi film horor berjudul Pirunduk resmi dimulai. Film yang digarap oleh rumah produksi Bima Sakti dan disutradarai oleh sutradara Billy Christian, produser dan penulis naskah Budi Ismanto, serta semua ini mengambil lokasi syuting perdana di Desa Tatah Mesjid, Kecamatan Alalak, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan.
Pirunduk bukan sekadar film horor biasa. Cerita dalam film ini mengangkat salah satu warisan budaya lisan masyarakat Banjar yang selama ini jarang tersorot, yakni mantra pirunduk—sebuah praktik mistis yang mewarnai khazanah tradisi tutur di Kalimantan Selatan.
Tradisi Tutur Banjar: Warisan Budaya yang Sarat Makna
Masyarakat Banjar dikenal memiliki kekayaan budaya lisan yang beragam. Tradisi tutur ini diwariskan secara turun-temurun dan mencakup berbagai bentuk puisi dan ungkapan klasik seperti pantun, lamut, madihin, peribahasa, dan mantra.
Salah satu bentuk tradisi tutur yang paling misterius adalah mantra pirunduk. Berbeda dari mantra-mantra lainnya, pirunduk tergolong sebagai ilmu hitam karena dipercaya digunakan untuk menundukkan kehendak orang lain, khususnya dalam konteks hubungan rumah tangga.
Apa Itu Pirunduk?
Pirunduk adalah mantra yang kerap digunakan oleh perempuan yang sakit hati—misalnya karena diselingkuhi atau ditinggal suami menikah lagi—untuk merebut kembali perhatian suaminya atau bahkan mengambil suami orang lain.
Menurut laman Pustaka Banjar, mantra ini bekerja melalui media makanan. Makanan tersebut harus disiapkan langsung oleh perempuan yang ingin “mengisi” pirunduk, lalu diberikan dan dikonsumsi secara utuh oleh target, yakni sang suami. Syarat pentingnya: makanan itu tidak boleh disentuh oleh orang lain.
Efeknya dipercaya sangat kuat. Suami yang termakan pirunduk akan berubah sikap drastis, meninggalkan istri pertama, dan sepenuhnya tunduk pada kehendak si pemberi mantra. Ia akan sulit melepaskan diri dari pengaruh batin perempuan tersebut.
Namun, penggunaan mantra ini tidak tanpa konsekuensi. Mantra pirunduk tidak bisa diucapkan sembarangan—hanya bisa diajarkan oleh seorang guru spiritual dengan sejumlah syarat ketat. Di balik kekuatan gaibnya, terdapat sumpah berat dan risiko besar yang harus ditanggung.
Salah satu syarat paling ekstrem adalah penggunaan media dari hal-hal “kotor” yang berasal dari tubuh perempuan itu sendiri, sebagai bagian dari ritual pirunduk.
Konsekuensinya pun bisa fatal. Jika perempuan tersebut berumur pendek, ia diyakini akan meninggal akibat kecelakaan tragis atau penyakit mematikan. Jika berumur panjang, hidupnya akan dijalani dalam kondisi yang menyiksa, seolah terjebak antara hidup dan mati.
Dalam kepercayaan lokal, perempuan yang pernah mengamalkan mantra ini akan berubah menjadi hantu sandah setelah meninggal—roh penasaran yang gentayangan karena rasa bersalah mendalam terhadap suaminya.
Membumikan Budaya Lewat Layar
Melalui film Pirunduk, sang sutradara berharap dapat memperkenalkan sekaligus mendokumentasikan salah satu bagian gelap dari tradisi lokal Banjar yang kian tergerus zaman.
"Kami ingin masyarakat tidak hanya merasa takut, tapi juga sadar bahwa budaya dan kepercayaan lokal memiliki nilai historis dan pesan moral yang penting," ujar Billy.
Film ini harapkan rampung pada akhir 2025 dan akan tayang di berbagai festival film nasional serta platform digital.
Dengan memadukan unsur horor dan budaya, Pirunduk diharapkan mampu menjadi karya yang tidak hanya menghibur, tetapi juga mencerdaskan.(@DW)