M. Rafik Berencana Melaporkan PT. BC ke Mabes Polri dan Kejagung RI

Lensa Kalimantan
, 8/01/2025 03:19:00 PM WIB Last Updated 2025-08-01T08:19:36Z
---

 


Jakarta 01/08/25, lensakalimantan.my.id- M. Rafik Kuasa Kepengurusan POKTAN UBM terus berjuang membela hak-hak Masyarakat yang dirampas oleh PT. BC selain melakukan Banding, M. Rafik yang didampingi Panglima Mandau dan beberapa anggota Pasukan Merah Seribu Satu Mandau juga melakukan pelaporan ke Banwas MA dan KY.


"Kami akan terus berjuang sampai titik darah penghabisan membela hak-hak Masyarakat yang dirampas,bukan cuma melakukan pelaporan ke Banwas MA dan KY kami juga akan melakukan upaya hukum lain yakni akan melaporkan dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen yang diduga kuat dilakukan oleh PT. BC," ungkapnya.


"Dan kami sudah mengantongi Bukti-bukti yang akan kami bawa ke Mabes Polri ataupun ke Kejaksaan Agung bahkan tidak menutup kemungkinan kasus ijin akan kami bawa ke KPK," Tambah M.Rafik.


"Bukti-bukti yang kami miliki sudah cukup kuat,harapan kami Kepolisian Republik Indonesia atau Kejaksaan Agung juga KPK bisa menindaklanjuti Laporan kami dengan asas keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia,profesionalitas dan equality before the law sehingga berkesuaian dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945,"


M.Rafik, berharap keadilan ditegakkan jangan sampai hukum hanya berpihak kepada oligarki,jangan sampai lembaga-lembaga hukum dijadikan tempat transaksi haram dengan memperjualbelikan Undang-undang.


"jangan sampai Lembaga Hukum dijadikan praktik melegalkan sesuatu yang cacat hukum" pungkas Rafik.


Ditempat yang berbeda Dr. Anang Shopan Tornado, SH, MH, M.Kn, CPM, CPA, Dosen Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat yang juga Ahli Hukum Pidana menyatakan,


"Langkah hukum yang diambil oleh kuasa hukum Kelompok Tani Usaha Bersama Maraang (POKTAN UBM) dengan mengajukan upaya banding atas putusan Pengadilan Negeri Tanjung Redeb dalam perkara Nomor 43/Pdt.Sus-LH/2024/PN.Tnr merupakan tindakan yang tepat dan sah menurut prinsip-prinsip hukum acara yang berlaku di Indonesia. 


Upaya hukum banding bukan semata-mata hak normatif para pihak dalam beracara, melainkan juga merupakan bagian dari mekanisme pengawasan (judicial control) terhadap kualitas dan keabsahan putusan pengadilan tingkat pertama.


Putusan “Niet Ontvankelijk Verklaard” (NO) yang dijatuhkan oleh majelis hakim pada tingkat pertama, yang berarti gugatan dinyatakan tidak dapat diterima, jelas menimbulkan konsekuensi hukum bahwa substansi perkara belum diperiksa dan dinilai secara menyeluruh. 


Oleh karena itu, langkah banding yang ditempuh oleh kuasa hukum menjadi sangat relevan untuk menguji kembali apakah pertimbangan hukum hakim telah sesuai dengan asas-asas due process of law, termasuk apakah proses pembuktian dan alat bukti telah dinilai secara cermat, objektif, dan proporsional.


Dalam konteks hukum acara, upaya banding merupakan bentuk konkret dari asas audi et alteram partem (mendengarkan kedua belah pihak), yang menjamin setiap pencari keadilan mendapatkan pemeriksaan ulang atas putusan yang dirasa merugikan. Hal ini sejalan dengan prinsip keadilan prosedural (procedural justice) yang tidak hanya menuntut keadilan hasil (substantive justice), tetapi juga memastikan proses peradilan berlangsung secara adil dan terbuka.

Lebih lanjut, dalam praktik peradilan modern, sistem peradilan berjenjang merupakan bentuk jaminan konstitusional terhadap hak para pihak untuk memperoleh keadilan yang menyeluruh dan tidak terbatas pada satu tingkatan. 


Oleh karena itu, pengajuan banding terhadap putusan yang dianggap tidak mempertimbangkan seluruh bukti secara layak merupakan tindakan profesional dan bertanggung jawab dari tim kuasa hukum POKTAN UBM.


Dengan demikian, langkah hukum yang ditempuh oleh kuasa hukum melalui jalur banding tidak hanya sah secara yuridis, tetapi juga patut diapresiasi sebagai bagian dari perjuangan untuk memastikan bahwa pengadilan tidak menjadi sarana formalisme semata, melainkan benar-benar menjadi forum yang menghadirkan keadilan substantif bagi rakyat, khususnya masyarakat kecil yang tengah berjuang mempertahankan hak atas tanah dan lingkungan hidupnya.


Begitupun dengan upaya hukum lain yang akan mereka tempuh,selama mereka mempunyai minimal dua alat bukti dan dua orang saksi maka seyogyanya APH dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan Undang-undang," pungkasnya.(Yudhi-red)

Komentar

Tampilkan

Terkini