Banjarmasin — Data resmi Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD-Dikti) mengungkap adanya ketidaksesuaian penggunaan gelar akademik yang digunakan oleh Aspihani dalam proses pendaftaran sebagai dosen, yang kini menjadi sorotan publik dan perhatian aparat penegak hukum.
Berdasarkan data PD-Dikti, Aspihani tercatat memiliki riwayat pendidikan Sarjana Hukum (S.H) dari Universitas Darul Ulum tahun 2010 serta Magister Hukum (M.H) dari Universitas Islam Malang tahun 2011.
Namun demikian, penggunaan gelar S.H dalam proses pendaftaran dosen di Universitas Darul Ulum (Undar) disebut-sebut tidak sejalan dengan validasi administratif dan keabsahan dokumen akademik yang seharusnya menjadi syarat mutlak dalam pengangkatan dosen.
Dalam biodata dosen yang tercantum pada sistem nasional pendidikan tinggi, Aspihani saat ini terdaftar sebagai Dosen Tetap pada Program Studi Ilmu Hukum di Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari (Uniska) Banjarmasin, dengan pendidikan terakhir Strata Dua (S2).
Temuan tersebut memunculkan pertanyaan publik terkait keabsahan penggunaan gelar Sarjana Hukum dalam proses administratif sebelumnya.
Perkembangan terbaru, pihak Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari (Uniska) Banjarmasin pada hari ini, Selasa (22/12/2025), telah dipanggil oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Kalimantan Selatan.
Pemanggilan ini dilakukan dalam rangka klarifikasi serta pendalaman dokumen dan data administratif, menyusul mencuatnya dugaan ketidaksesuaian penggunaan gelar akademik dalam proses pendaftaran dan penetapan status dosen.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris DPD ARUN (Advokasi Rakyat Untuk Nusantara) Kalimantan Selatan, M. Hafidz Halim, S.H., mendesak agar aparat penegak hukum tidak berlarut-larut dalam penanganan perkara.
“Penyelidik jangan menunggu lama-lama lagi. Bukti sudah akurat dan semakin banyak, sehingga seharusnya sudah bisa segera dinaikkan dari tahap penyelidikan ke penyidikan. Apalagi dalam beberapa hari ke depan akan diberlakukan KUHAP dan KUHP baru. Jika perkara ini diperlambat, maka akan berdampak pada perubahan hukum acara yang berpotensi mengharuskan pengulangan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan proses lainnya,” tegas Hafidz saat dikonfirmasi.
Lebih jauh, Hafidz juga menyoroti informasi yang berkembang di tengah masyarakat terkait dugaan adanya perlindungan terhadap Aspihani oleh oknum tertentu.
“Terkait kabar bahwa Aspihani diduga dilindungi oknum petinggi di Krimsus Polda Kalsel, kami berharap hal tersebut tidak benar. Namun sebagai masyarakat, wajar jika muncul penilaian demikian karena beredarnya percakapan berupa tangkapan layar (screenshot) yang menyebutkan adanya perlindungan dari seorang jenderal. Siapa jenderalnya saya tidak mengetahui, tetapi terdapat bukti screenshot serta pengakuan saksi yang dapat saya pertanggungjawabkan,” ujarnya.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada klarifikasi resmi dari Aspihani maupun pihak Universitas Darul Ulum terkait dugaan ketidaksesuaian penggunaan gelar akademik tersebut.
Sementara juga, Kabag Ops Ditreskrimsus Polda Kalsel, AKBP Suprapto,ketika media ini mengkonfirmasi beliau mengarahkan kepada Penyidik Dirkrimsus Polda Kalsel Eko Deny yang belum bisa di hubungi hingga berita ini di turunkan.
Redaksi menegaskan tetap membuka ruang hak jawab bagi seluruh pihak terkait, guna menjaga prinsip keberimbangan dan akurasi informasi.
Kasus ini kembali menegaskan pentingnya verifikasi ketat terhadap gelar akademik dan dokumen pendidikan dalam sistem pendidikan tinggi nasional, demi menjaga integritas dosen, kredibilitas institusi, serta kepercayaan publik terhadap dunia akademik.(tim).



