"Pulihkan Trauma, Bukan Hanya Logistik”: Fathur Rohman Desak Prioritas Nasional bagi Korban Bencana

Lensa Kalimantan
, 12/01/2025 03:01:00 PM WIB Last Updated 2025-12-01T08:01:52Z
---

Fathur Rohman: “Pemulihan dan Dukungan Korban Harus Jadi Prioritas Nasional”

Jakarta — Senin, (01/12_2025), Rentetan bencana hidrometeorologi berupa banjir bandang dan tanah longsor yang dalam beberapa hari terakhir melanda sejumlah wilayah di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat kembali menguji ketangguhan bangsa. 


Laporan resmi mencatat jumlah korban jiwa, rumah yang hancur, hingga kerugian material yang luas.


Namun di balik angka-angka tersebut, terdapat realitas kemanusiaan yang jauh lebih dalam: rentannya kondisi psikologis warga, hilangnya mata pencaharian, hingga terputusnya jejaring sosial yang selama ini menopang kehidupan masyarakat.



Pengurus Nasional Karang Taruna (PNKT) Fathur Rohman menegaskan bahwa fase penanganan bencana kini mulai bergeser. 


Setelah tahap penyelamatan dan tanggap darurat, fokus utama harus diarahkan pada pemulihan menyeluruh, mencakup dukungan psikososial serta jaminan keberlanjutan hidup bagi para penyintas.


“Ini tidak lagi sekadar soal logistik bantuan. Yang terpenting adalah bagaimana memastikan para penyintas, terutama yang terisolasi—bisa kembali bangkit secara fisik, mental, dan sosial,” ujar Fathur.


Prioritas Kesehatan Mental: “Kebutuhan Psikologis Melampaui Bantuan Fisik”


Pada tahap awal, respons kemanusiaan memang selalu berfokus pada penyediaan kebutuhan vital seperti makanan, air bersih, pakaian, dan layanan kesehatan darurat. 


Upaya pemerintah dan relawan menyalurkan bantuan ke daerah-daerah terpencil di Sumatera patut diapresiasi, mengingat sulitnya akses akibat infrastruktur yang terputus oleh longsor.


Namun pengalaman menunjukkan bahwa kerugian psikologis seringkali bertahan lebih lama dan dampaknya lebih menghancurkan daripada kerusakan fisik. 


Warga yang kehilangan anggota keluarga, tempat tinggal, atau mata pencaharian rentan mengalami trauma berat, kecemasan, hingga Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD).


Karena itu, Fathur menegaskan pentingnya respons kemanusiaan yang komprehensif, berbasis dukungan psikososial jangka panjang. Program yang harus dijalankan antara lain:


Pendampingan psikologis oleh psikolog, psikiater, dan relawan terlatih yang aktif mendatangi pengungsian dan rumah sakit.


Terapi kelompok terutama bagi anak-anak melalui permainan kreatif dan aktivitas sosial untuk membantu memproses trauma.


Dukungan spiritual dengan melibatkan tokoh agama dan tokoh adat sebagai support system terdekat bagi korban.


“Tanpa penanganan trauma sejak awal, proses pemulihan bisa terhambat dan bahkan menjadi bom waktu bagi komunitas terdampak,” pungkasnya.


Tantangan Besar di Wilayah Terisolasi

Salah satu persoalan terbesar bencana di Sumatera adalah banyaknya desa yang terisolasi akibat jembatan putus atau akses jalan tertutup. 


Kondisi tersebut memunculkan kerentanan ganda: sulitnya bantuan masuk, serta lambannya layanan kesehatan dan psikologis diterima para korban.


Fathur menilai pemerintah dan lembaga kemanusiaan perlu mengadopsi pendekatan inovatif. 


Penggunaan helikopter untuk mengirim tim gabungan (medis, psikolog, dan logistik) ke wilayah yang benar-benar terputus harus menjadi prioritas.


Selain itu, relawan lokal yang memahami medan dan bahasa setempat perlu diberdayakan karena mereka adalah “jembatan” paling efektif bagi korban.


Pendampingan tim medis oleh relawan lokal juga meningkatkan efektivitas Psychological First Aid (PFA) di garis depan.


Pemulihan Mata Pencaharian Warga

Pemulihan pascabencana tidak boleh berhenti pada relokasi korban ke tenda pengungsian. 


Pemulihan yang sejati dimulai ketika warga bisa kembali produktif sebagaimana sebelum bencana.


Di Sumatera, mayoritas korban adalah petani, pekebun, atau pedagang kecil yang kehilangan lahan, kebun, serta sarana dagang. 


Fathur menekankan bahwa pemulihan ekonomi adalah kunci kestabilan pascabencana.


Program yang harus didorong pada fase Pemulihan Dini (Early Recovery) mencakup:


Restorasi ekonomi skala kecil melalui bantuan modal awal, peralatan pertanian, dan bibit agar warga bisa mengolah lahan kembali.


Cash for Work, yaitu program padat karya untuk membersihkan puing dan membangun infrastruktur dasar. Selain mempercepat pembangunan, program ini memulihkan martabat korban.


Pembangunan hunian sementara yang layak, bukan sekadar tenda, tetapi hunian yang aman, tahan cuaca, dan memberikan rasa tenang sambil menunggu pembangunan rumah permanen.


“Tanpa jaminan pemulihan ekonomi, korban akan terus bergantung pada bantuan dan lingkaran kemiskinan pascabencana sulit diputus,” tegas Fathur.


Kolaborasi Multisegmen, Kunci Keberhasilan Pemulihan


Menurut Fathur, keberhasilan respons kemanusiaan mustahil dicapai bila pemerintah bekerja sendiri. Dibutuhkan kolaborasi lintas sektor yang kuat:


Pemerintah pusat dan daerah sebagai koordinator utama, penyedia anggaran, dan penjamin keamanan akses.


Swasta dan korporasi melalui dukungan dana, logistik, hingga layanan teknis seperti perbaikan infrastruktur dan telekomunikasi.


LSM dan relawan sebagai garda terdepan dalam layanan pendampingan psikososial serta edukasi kesehatan.


Media dan masyarakat sipil sebagai pengawas efektivitas bantuan dan penyampai informasi korban yang terisolasi.


Momentum Membangun Indonesia yang Lebih Tangguh


Rentetan bencana di Sumatera kembali mengingatkan bahwa Indonesia hidup di wilayah rawan bencana hidrometeorologi yang dipicu perubahan iklim. 


Setelah fokus pada pemulihan korban, momentum ini harus dimanfaatkan untuk adaptasi bencana dan mitigasi jangka panjang.


Langkah-langkah yang harus dilakukan antara lain:


-Peninjauan ulang tata ruang wilayah rawan longsor dan banjir


-Edukasi kebencanaan berkelanjutan di sekolah dan komunitas


-Penguatan sistem peringatan dini hingga tingkat desa


“Respons kemanusiaan bukan sekadar memberi makan korban, tetapi mengembalikan harapan dan martabat mereka. Hanya dengan menempatkan pemulihan korban sebagai prioritas nasional jangka panjang, kita bisa membangun Indonesia yang lebih tangguh,” tutup Fathur.(red)

Komentar

Tampilkan

Terkini