Jakarta, 24 Juli 2025 – Sengketa lahan antara Kelompok Tani Usaha Bersama Mandiri (POKTAN UBM) dan PT. Berau Coal terus berlanjut. Kali ini, POKTAN UBM melaporkan dugaan pelanggaran kode etik hakim ke Badan Pengawas Mahkamah Agung (Banwas MA) dan Komisi Yudisial (KY) Republik Indonesia.
Langkah tersebut dilakukan menyusul putusan Pengadilan Negeri Tanjung Redeb dalam perkara perdata Nomor 43/Pdt.Sus-LH/2024/PN.Tnr, yang diputus pada 16 Juli 2025. Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan gugatan POKTAN UBM "tidak dapat diterima" atau Niet Ontvankelijk Verklaard (NO).
Koordinator POKTAN UBM, M. Rafik, yang juga bertindak sebagai kuasa dalam perkara ini, mendatangi langsung Banwas MA dan KY di Jakarta bersama Panglima Mandau dan sejumlah anggota Pasukan Merah Seribu Satu Mandau.
"Kami datang dengan maksud untuk melaporkan dugaan pelanggaran kode etik oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Redeb. Dalam proses persidangan, kami menemukan bukti berupa surat yang diduga kuat palsu, namun tidak dijadikan pertimbangan oleh hakim. Apakah hakim masuk angin? Bisa jadi," ujar M. Rafik.
Ia menegaskan, pihaknya tidak akan tinggal diam menghadapi apa yang mereka sebut sebagai bentuk ketidakadilan.
"Kami akan terus melawan Kedzaliman, Bila perlu 'kami akan menghadap langsung kepada Presiden Republik Indonesia, Bapak H. Prabowo Subianto, untuk menyampaikan jeritan hati rakyat kecil yang terpinggirkan," tegasnya.
Panglima Mandau, dalam kesempatan yang sama, juga menyuarakan kekecewaannya. Ia menyatakan bahwa pihaknya akan terus mengawal proses hukum yang ditempuh oleh POKTAN UBM.
"Kami Pasukan Merah Seribu Satu Mandau akan menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan hak masyarakat yang kami nilai telah dirampas oleh PT. Berau Coal,"
"Kami juga memohon kepada Bapak Presiden Prabowo Subianto untuk mendengar jeritan rakyat kecil. Program ASTA CITA yang Bapak usung seharusnya berpihak pada masyarakat bawah, bukan oligarki," ujarnya.
Sementara itu, di tempat terpisah, praktisi hukum Gunawan, S.H., menyampaikan bahwa kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan terhadap integritas peradilan.
"Surat yang dijadikan alat bukti dalam persidangan diduga menggunakan data milik pihak lain tanpa persetujuan dan telah dibantah oleh pemilik aslinya.
Jika terbukti palsu, hal ini sangat serius dan memerlukan penyelidikan menyeluruh dari Banwas MA dan KY. Supremasi hukum hanya bisa ditegakkan jika proses hukum berjalan dengan transparan, objektif, dan akuntabel," kata Gunawan.
Ia menambahkan, penting untuk memeriksa keaslian tanda tangan, cap, serta kesaksian dalam proses penerbitan surat izin lokasi yang menjadi objek sengketa.(tim)